Sekarang saya adalah seorang pengajar (guru kalau orang bilang) sebuah Madrasah Aliyah di Jakarta. Saya memang ingin sekali menjadi seorang pengajar. Keinginan atau lebih tepat disebut dengan cita-cita itu sudah saya tetapkan semenjak kelas 4 SD. Sejak saya diajar oleh seorang guru yang sangat baik, lemah lembut namun tegas, yaitu almarhumah Ibu Puji Rahayu. Hal itu pernah saya utarakan kepada teman-teman saya dalam sebuah obrolan santai. Teman-teman berkata mengapa bukan ibu kamu yang menginspirasi kamu, kan beliau juga seorang guru? Ya, ibu saya adalah seorang guru SD juga, tempat beliau tidak pernah tergantikan dalam hidup saya. Namun, saya memilih Ibu Puji Rahayu ini karena beliaulah yang membuat hati saya bergolak untuk menjadi seperti beliau.
Ibu Puji Rahayu, saat Kartinian di SD Pruwatan 3 |
Beliau meninggal dalam usia yang masih muda, sekitar 40 tahunan (saya kurang tahu persis angkanya). Namun, pelajaran yang beliau berikan masih sangat meresap dalam sanubari saya. Beliau mengajar dengan penuh kesabaran, namun ada saatnya beliau tegas tetapi tidak marah. Beliau hapal dengan lagu-lagu nasional dan lagu-lagu daerah. Beliau bisa menari daerah. Beliau sangat santun, dan beliau bisa menjawab semua pertanyaan yang saya ajukan. Mulai saat itulah, seorang Riski kecil kagum dengannya dan memutuskan untuk menjadi seperti dirinya, menjadi seorang pengajar.
Butet Manurung ketika mengajar anak-anak rimba |
Namanya anak kecil, cita-cita itu sempat berubah ketika saya SMA kelas 2. Waktu itu saya berkeinginan untuk menjadi seorang dokter. Namun, mungkin Tuhan berkehendak agar saya tetap bercita-cita menjadi seorang pengajar. Saya menonton tv yang pada saat itu acaranya membahas tentang sekolah anak-anak pedalaman. Saat itu saya mulailah mengenal sosok Butet Manurung. Seorang relawan yang mau berkorban harta, dan raganya agar anak-anak rimba pedalaman Taman Nasional Kerinci Seblat bisa membaca dan menulis. Keberanian, kesabaran dan pengorbanannya menyalakan bara api semangat saya lagi untuk menjadi seorang pengajar.
Dua wanita itu sungguh seorang wanita yang tangguh. Ibu Puji, walaupun beliau tidak terkenal layaknya Kartini, namun beliau tetap mengabdi terhadap bangsa, suami, orang tua dan anak-anaknya dengan ikhlas dan sepenuh hati. Beliau adalah sebenar-benarnya pahlawan tanpa tanda jasa kepahlawanan. Saya menangis kehilangan saat saya mendapat kabar kepergian beliau menemui Allah SWT karena kanker otak. Butet Manurung, seorang permpuan yang mau kurus dan menjelajah rimba dengan sabar dan tekad yang kuat agar anak-anak rimba itu bisa membaca dan menulis. Agar mereka bisa bersuara kepada pemerintah tentang keluh kesah mereka mengenai semakin berkurangnya lahan mereka untuk berteduh dan mencari makan. Dua wanita itu yang sampai sekarang menjadi penyulut semangat saya untuk tetap mengajar dengan sepenuh hati dan ikhlas.
Semoga semangat mereka bisa menyebar kepada seluruh pemuda Indonesia, aamiin.
Sumber gambar:
Dokumen SD Pruwatan 3, Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah
fikrohjameelah.blogspot.com
No comments:
Post a Comment