Pernah ngekos? Ada yang pernah ada juga yang belum ya. Yang pernah pasti punya segudang cerita. Oh iya sampai ada bukunya kan? Anak Kos Dodol nya Dedew. Tapi, pernah tidak, ngekos yang sekamar itu berdua? Kalau yang asrama atau di pondok pesantren pasti bilang pernaaahh, nah yang ngekos?
Istilah kerennya itu roommate ya.. (ini juga posting setelah nonton reality show Roommate, hehehe...). Dulu sewaktu kuliah di Universitas Negeri Semarang (yang namanya sekarang sedang tenar, terimakasih dek Riene :)), kebanyakan kos-kosan itu sekamar berdua. Ada sih yang sekamar sendiri tapi mahal pakai banget untuk ukuran anak kuliah.
|
Teman-teman kos, ceria semua |
Berbagi kamar kos itu banyak suka dukanya lho, sepertinya perbandingan suka dan dukanya sama banyak. Sukanya, kalau teman sekamar bukan dari jurusan yang sama, saya bisa curhat mulai dari curhat berbahasa halus sampai curhat berbahasa cukup halus tentang dosen-dosen jurusan saya. Nah, kalau teman sekamar itu satu jurusan, saya juga bisa curhat berbahasa halus sampai cukup halus tentang dosen-dosen jurusan lain. Hehehe... mahasiswa itu ya menceritakan dosennya dong, kan dosen juga sering menceritakan mahasiswanya, ya ga Pak Bu Dosen?
Saya pernah punya teman sekamar yang usianya lebih tua dari saya, dan jarang sekali pulang ke kos, entah kemana pulangnya. Duka? Ada, jadinya saya terus kan yang nyapu ngepel kamar, hitung-hitung olahraga sih. Sukanya? Saya jadi berasa punya kamar sendiri tapi bayarnya murah hehehe. Si Mbak itu orangnya sebetulnya baik kok, setiap hari Minggu kalau dia sedang di kos, kami luluran bareng, gantian gosokin punggung, tentunya lulur dari dia (lagi-lagi gratisan).
Pernah juga punya teman sekamar yang adik kelas satu jurusan dan dia itu aktivis. Kadang merasa kasihan kalau dia baru pulang dari kegiatan kampusnya, biasanya langsung tidur walau kasurnya penuh dengan amunisi (buku, baju kotor, baju bersih, tas, alat tulis, kadang snack). Tapi alhamdulillah dia anaknya baik, rajin, dan mandiri. Dan kalau malam pastinya kami ngerumpi mulai dari masalah perbandingan harga mie instan, ngotot tentang nama ilmiah tanaman yang akhirnya berujung "Ya sudah besok tanya Pak Man saja", kangen rumah, masalah gebetan, masalah keinginan untuk selingkuh (iya.. iya.. kalau ini sudah jelas siapa pelakunya), dan ujung-ujungnya adalah ngomongin dosen :).
|
Kelihatan banget senyum saya miris |
Selain hal di atas, punya teman sekamar itu juga bisa mengatasi masalah, contohnya nih, kalau yang satu kekunci di dalam kamar kan yang lain masih punya kuncinya. Nah, yang jadi masalah adalah bagaimana kalau teman sekamarnya seperti si Mbak yang jarang pulang? Atau bagaimana kalau dua-duanya sama-sama terkunci? *mikir keras*. Banyak pelajaran yang saya dapatkan dari roommate. Yang paling utama adalah saya bisa lebih mengenal banyak karakter dan berusaha untuk berkompromi dengan karakter yang ada (selama itu tidak menyinggung prinsip saya). Saya jadi termotivasi untuk lulus ketika roommate saya yang adik kelas itu sudah lulus duluan (nangis kejer...). Saya juga bisa tahu beberapa keterampilan yang tadinya belum saya kuasai dari roommate saya. Saya jadi tidak terlalu pelit karena kami sering berbagi mulai dari kertas HVS, odol, sabun, mie instan, kadang kaos kaki dan tentunya berbagi masalah. Beban pikiran saya pun bisa lebih ringan karena kadang juga suka dibagi ke roommate saya, hehe. Intinya saya belajar cara hidup dan menghadapi kehidupan dengan mereka sebagai sampel kehidupan itu sendiri.
Namun, tidak semua roommate itu punya pengaruh positif ke kita lho, ada juga teman saya yang malah jadi bertingkah laku aneh mengarah ke negatif, gara-gara roommatenya. Nah, disinilah pondasi dan tingkat keimanan kita diuji seberapa kuatnya. Makanya, sebelum itu bangun dulu pondasi iman kita kuat-kuat. Untuk para emak yang anaknya sedang ngekos pun kalau bisa jangan setiap jam sms atau telepon ya, seminggu sekali saja lah. Tapi tetap harus diawasi, seperti Bapak saya yang tiba-tiba datang tanpa memberi tahu dulu :).
Pernah punya roommate? Yuk cerita.. :)