Assalaamu'alaikum...! ^_^
Teman ReeNgan ingat berita tentang anak kelas 5 SD yang berat badannya 200 kg? Namanya Arya, sekarang berat badannya sudah berkurang banyak sekali (ada yang menyebut 83 kg, ada juga yang menyebut 91 kg). Kabarnya, Arya sudah lebih ceria dan bisa ikut bermain secara aktif dengan teman-temannya. Hmmm... apa ya hubungan berat badan dengan pertemanan?
Hari Jumat (3 Agustus 2018) saya mengikuti media gathering yang membahas obesitas pada anak dan dampaknya bersama DBN dan RS Royal Progress dengan narasumber dr. Lucie Permana Sari, SpA; Nadia Rachman, M.Psi; Dr. dr. Rika Haryono, SpKO; dan dr. Paulina Toding, M.Gizi, SpGK. RS Royal Progress memang sedang konsen terhadap persoalan obesitas pada anak ini. Sebab menurut data dari WHO, terjadi kasus peningkatan obesitas pada anak, dimana di tahun 2006 obesitas pada anak usia 0-5 tahun sebesar 15,8% lalu naik menjadi 16,5% di tahun 2016 untuk anak usia 2-5 tahun saja. Dari persentase tersebut, kasus obesitas lebih banyak terjadi di perkotaan daripada pedesaan.
Sebelum kita ngomongin soal obesitas pada anak, ada yang tahu tidak di mana RS Royal Progress itu? RS Royal Progress adalah rumah sakit swasta yang beralamat di Jl. Danau Sunter Utara, Sunter Paradise 1-5, Jakarta Utara. Rumah sakit ini memiliki beberapa klinik unggulan, yakni klinik wanita, Royal Dermathology & Aesthetic Centre, Royal Family Eye Centre, dan Royal Sport Medical Centre. Selain keempat klinik unggulan tersebut, tentunya masih ada klinik-klinik lain yang tidak kalah keren.
Sebelum kita ngomongin soal obesitas pada anak, ada yang tahu tidak di mana RS Royal Progress itu? RS Royal Progress adalah rumah sakit swasta yang beralamat di Jl. Danau Sunter Utara, Sunter Paradise 1-5, Jakarta Utara. Rumah sakit ini memiliki beberapa klinik unggulan, yakni klinik wanita, Royal Dermathology & Aesthetic Centre, Royal Family Eye Centre, dan Royal Sport Medical Centre. Selain keempat klinik unggulan tersebut, tentunya masih ada klinik-klinik lain yang tidak kalah keren.
Oke, balik lagi ke laptop, eh obesitas 😁. Obesitas tidak hanya berbahaya pada orang dewasa, melainkan juga berbahaya jika terjadi pada anak-anak. Sebab dampak obesitas pada anak, jika tidak segera ditangani, tidak hanya berbahaya pada saat dia masih anak-anak, tetapi juga bisa memunculkan beberapa jenis penyakit berbahaya ketika dewasa. Sebenarnya, standar kesehatan seorang anak memang tidak bisa hanya dilihat dari pertambahan berat badannya saja. Tidak bisa lagi dikatakan kalau bayi yang gendut dan menggemaskan itu sudah pasti sehat. Perlu adanya pemeriksaan Body Mass Index (BMI) lebih lanjut, apakah gendutnya itu normal atau malah obesitas.
Eh iya, sebelum saya menulis tentang penyebab dan akibat anak obesitas, lebih dulu kita satukan pemikiran tentang pengertian obesitas. OBESITAS adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak tubuh yang berlebihan, sehingga BMI (Indeks Massa Tubuh) seseorang berada di atas angka normal.
Apa saja faktor-faktor penyebab obesitas pada anak? Ada 3 faktor utama penyebab obesitas pada anak, yakni lingkungan, perilaku/gaya hidup dan genetik/keturunan. Menurut Kementerian Kesehatan RI, genetik hanya menyumbang sekitar 10-30% obesitas pada anak, sisanya disebabkan oleh lingkungan dan perilaku. Jadi, memang ada yang anaknya obesitas karena orang tuanya obesitas, namun itu bukan penyebab utama, malahan sangat kecil kemungkinannya.
Perilaku yang menyebabkan obesitas pada anak antara lain:
Perilaku yang menyebabkan obesitas pada anak antara lain:
- Pola makan yang tinggi karbohidrat dan tinggi lemak atau asupan kalori per harinya tinggi sekali. Kebanyakan karena anak sering makan junk food dan minuman bersoda atau minuman manis kemasan tanpa diatur porsinya.
- Pola makan di atas biasanya disebabkan karena orang tua menyerah memberikan makanan dengan porsi seimbang/sehat ke anak. Ada pemikiran, "Yang penting anak saya makannya jadi banyak" atau "Anak gemuk itu pasti sehat"
- Kurangnya aktivitas fisik. Aktivitas fisik pada anak paling banyak dilakukan saat bermain. Tentunya permainannya adalah permainan yang melibatkan gerak tubuh.
- Kurangnya tempat bermain di lingkungan rumahnya
- Pemberian gadget dan TV untuk menenangkan anak sehingga anak tidak aktif bergerak
Lalu, apa sih akibatnya jika terjadi obesitas pada anak? Ada dua hal yang terdampak karena obesitas pada anak, yaitu Fisiknya (jelas banget ya) dan Sosial Emosionalnya.
DAMPAK FISIK OBESITAS pada ANAK
1. Gangguan fungsi saluran napas obstructif sleep apnea (OSA). Penyebab OSA pada obesitas adalah karena berat badan yang berlebihan tersebut menekan saluran pernapasan sehingga saluran pernapasan menjadi sempit. OSA bisa menyebabkan organ tubuh terutama otak kekurangan oksigen sementara sehingga anak akan mudah terbangun ketika tidur dan menjadi lelah ketika bangun tidur. Tanda-tanda seorang anak mengalami OSA diantaranya; mendengkur kencang, ada interupsi (seperti tersedak) ketika mendengkur, kebanyakan saat itu mereka akan terbangun, bisa terjadi sesak napas, dan kelelahan di siang hari.
2. Tekanan darah dan kolesterolnya tinggi
3. Gejala asma
4. Hepatic Steatocys (penyebab penumpukan lemak di tubuh dan pembuluh darah)
Seperti yang kita ketahui, bahwa jika terjadi penumpukan lemak di dalam pembuluh darah, maka akan menyebabkan terganggunya aliran darah. Terganggunya aliran darah bisa menyebabkan adanya ketidakseimbangan metabolisme dalam tubuh dan tekanan darah menjadi tinggi.
5. Pubertas lebih awal. Biasanya dialami oleh anak perempuan karena terjadi ketidak seimbangan hormon dalam tubuhnya. Ketidak seimbangan hormon ini nantinya akan menimbulkan masalah ketika si anak dewasa.
6. Gangguan pertumbuhan musculo-skeletal (otot dan tulang). Mengapa obesitas bisa sampai mengganggu kerja otot dan tulangnya? Ya karena salah satu fungsi tulang adalah menopang tubuh. Bila tubuhnya terlalu berat maka kerja tulang juga berat. Apalagi jika hal itu terjadi pada anak-anak dimana tulangnya masih belum sekuat dewasa. Berikut beberapa gangguan tulang yang umum terjadi pada anak obesitas:
- Penyakit Blount, dimana kaki menjadi bengkok akibat lutut dipaksa menaham berat badan
- Patah tulang pada pergelangan tangan. Ini juga karena ketika akan berdiri dari posisi duduk atau tidur, tangan menahan beban tubuh sedangkan tulang belum kuat.
- Tulang paha yang bergeser ke belakang akibat tidak bisa menahan berat tubuh
- Telapak kaki rata karena menahan berat tubuh. Biasanya anak yang mempunyai telapak kaki yang rata ini mudah lelah jika berjalan.
DAMPAK SOSIAL EMOSIONAL pada ANAK OBESITAS
1. Menurunnya prestasi belajar di sekolah atau terjadi kesulitan berpikir karena anak sering merasa lelah di siang hari dan terbangun di malam hari karena pernapasannya terganggu.
2. Rendah diri. Si anak merasa bahwa dirinya anak gemuk, tidak menarik sehingga tidak disukai teman. Ini menjadi pemicu perasaan minder pada anak sehingga anak malas bergaul dan malas bergerak.
3. Depresi. Depresi bisa disebabkan karena perasaan minder yang terjadi terus menerus tadi, atau bahkan karena adanya bullying dari orang-orang di sekitarnya karena si anak obesitas. Dan, jika pada orang dewasa saja butuh waktu yang lama untuk menekan kambuhnya depresi, apalagi pada anak yang ingatannya masih kuat.
Ngeri ya. Di saat seharusnya mereka masih dalam tahap bermain dan sedang masa terbahagia, mereka harus dihadapkan pada kondisi yang merugikan fisik dan psikologisnya. Lalu, apa yang bisa kita lakukan, sebagai orang tua untuk mencegah terjadinya obesitas pada anak?
PENCEGAHAN OBESITAS pada ANAK
1. Mengatur pola makan.
Mengatur pola makan di sini berarti tidak sering atau bahkan tidak makan junk food, gorengan dan makanan tinggi karohidrat atau lemak. Porsi makan anak harus seimbang antara karbohidrat, protein, mineral, vitamin dan airnya. Di sini memang orang tua dituntut untuk pantang menyerah dan kreatif. Mama saya dulu menggunakan metode "saya masak ini, harus dimakan" (dan masaknya kebanyakan sayuran, hahaha). Ada juga teman saya yang kreatif selalu mengenalkan sayuran dan buah seimbang dengan protein hewani dari anak bayi, sehingga si anak suka makan sayur dan buah. Namun, ada juga anak yang sama sekali tidak suka sayur dan buah, bisa mengkreasikan dengan berbagai macam bentuk yang menarik, seperti nuget tempe yang dibentuk mobil atau roti gulung.
2. Memperbanyak aktivitas fisik pada anak.
Dulu nih, waktu saya masih kecil, saya merasa bahwa saya tidak pernah gemuk, hehehe. Selain karena Mama saya selalu menyediakan sayuran dan harus habis dimakan, setelah dipikir-pikir, dulu saya suka sekali main bareng teman-teman. Main ke bukit di belakang rumah, petak umpet, kejar-kejaran, main layamg-layang trus mengejar layangan yang putus, mencari ikan di sungai, jalan kaki ke sekolah, lompat tali, nonton TV di tempat teman yang jauh dari rumah (itu juga hanya malam Minggu jam 19.00-20.00) dan lainnya (duh, saya jadi kangen masa-masa itu). Aktivitas fisik kami banyak sekali, selain bermain, kemana-mana seringnya jalan kaki, jadi ya gimana mau gemuk coba.
Bagaimana jika anak sudah terlanjur obesitas?
Maka Teman ReeNgan musti memeriksakannya ke dokter. Kalau punya akses langsung ke rumah sakit, mending ke rumah sakit langsung mencari spesialis anak dulu. Kalau nanti ternyata betul-betul obesitas, maka akan dibentuk tim yang terdiri dari perawat pendidik, ahli gizi, ahli fisiologi olahraga, dokter spesialis anak, dokter spesialis paru dan orthopedi. Terapi yang diberikan utamanya adalah diet jangka panjang dan latihan fisik medium untuk mencegah perubahan yang dramatis (biar tubuhnya tidak kaget). Namun, selain dua terapi itu, dukungan moril dari keluarga juga sangat penting, melihat kemungkinan terjadinya gangguan sosio-emosional anak sebelum obesitas.
Anak obesitas juga mirip dengan orang dewasa yang obesitas. Ketika berhasil menurunkan berat badan dengan cara yang sehat, maka pelan-pelan kepercayaan dirinya akan muncul. Apalagi bila terus didukung oleh keluarganya. Contohnya seperti kasus anak obesitas yang saya sebutkan di paragraf pertama tadi. Pasalnya ketika terjadi penurunan berat badan, maka si anak akan merasa lebih mudah mengikuti beberapa aktivitas yang sebelumnya tidak bisa diikuti ketika dia obesitas. Dengan kebisaan yang baru itulah, kepercayaan dirinya muncul. Dia jadi tahu bahwa dia bisa melakukan apa yang teman-temannya lakukan.
Beberapa teman saya, mempunyai anak yang obesitas, alhamdulillah ada diantaranya sudah melakukan diet dan memperbanyak aktivitas fisik. Walaupun badannya masih kelihatan gemuk, tapi tidak segemuk sebelumnya, si anak juga sudah lebih ceria.
Jadiii, Teman ReeNgan bila mempunyai anak, atau anaknya saudara atau tetangga yang kelihatannya kegemukan untuk usianya, jangan malu periksa atau meminta saudaranya itu memeriksakan anaknya ke dokter untuk dilihat IMT (Indeks Massa Tubuh) nya. Sebab, jika terlanjur obesitas dan tidak tertangani, kasihan si anak, dampaknya mengerikan seperti yang saya tulis di atas. [] Riski Ringan
- Penyakit Blount, dimana kaki menjadi bengkok akibat lutut dipaksa menaham berat badan
- Patah tulang pada pergelangan tangan. Ini juga karena ketika akan berdiri dari posisi duduk atau tidur, tangan menahan beban tubuh sedangkan tulang belum kuat.
- Tulang paha yang bergeser ke belakang akibat tidak bisa menahan berat tubuh
- Telapak kaki rata karena menahan berat tubuh. Biasanya anak yang mempunyai telapak kaki yang rata ini mudah lelah jika berjalan.
Patah tulang |
DAMPAK SOSIAL EMOSIONAL pada ANAK OBESITAS
1. Menurunnya prestasi belajar di sekolah atau terjadi kesulitan berpikir karena anak sering merasa lelah di siang hari dan terbangun di malam hari karena pernapasannya terganggu.
2. Rendah diri. Si anak merasa bahwa dirinya anak gemuk, tidak menarik sehingga tidak disukai teman. Ini menjadi pemicu perasaan minder pada anak sehingga anak malas bergaul dan malas bergerak.
3. Depresi. Depresi bisa disebabkan karena perasaan minder yang terjadi terus menerus tadi, atau bahkan karena adanya bullying dari orang-orang di sekitarnya karena si anak obesitas. Dan, jika pada orang dewasa saja butuh waktu yang lama untuk menekan kambuhnya depresi, apalagi pada anak yang ingatannya masih kuat.
Ngeri ya. Di saat seharusnya mereka masih dalam tahap bermain dan sedang masa terbahagia, mereka harus dihadapkan pada kondisi yang merugikan fisik dan psikologisnya. Lalu, apa yang bisa kita lakukan, sebagai orang tua untuk mencegah terjadinya obesitas pada anak?
PENCEGAHAN OBESITAS pada ANAK
1. Mengatur pola makan.
Mengatur pola makan di sini berarti tidak sering atau bahkan tidak makan junk food, gorengan dan makanan tinggi karohidrat atau lemak. Porsi makan anak harus seimbang antara karbohidrat, protein, mineral, vitamin dan airnya. Di sini memang orang tua dituntut untuk pantang menyerah dan kreatif. Mama saya dulu menggunakan metode "saya masak ini, harus dimakan" (dan masaknya kebanyakan sayuran, hahaha). Ada juga teman saya yang kreatif selalu mengenalkan sayuran dan buah seimbang dengan protein hewani dari anak bayi, sehingga si anak suka makan sayur dan buah. Namun, ada juga anak yang sama sekali tidak suka sayur dan buah, bisa mengkreasikan dengan berbagai macam bentuk yang menarik, seperti nuget tempe yang dibentuk mobil atau roti gulung.
2. Memperbanyak aktivitas fisik pada anak.
Dulu nih, waktu saya masih kecil, saya merasa bahwa saya tidak pernah gemuk, hehehe. Selain karena Mama saya selalu menyediakan sayuran dan harus habis dimakan, setelah dipikir-pikir, dulu saya suka sekali main bareng teman-teman. Main ke bukit di belakang rumah, petak umpet, kejar-kejaran, main layamg-layang trus mengejar layangan yang putus, mencari ikan di sungai, jalan kaki ke sekolah, lompat tali, nonton TV di tempat teman yang jauh dari rumah (itu juga hanya malam Minggu jam 19.00-20.00) dan lainnya (duh, saya jadi kangen masa-masa itu). Aktivitas fisik kami banyak sekali, selain bermain, kemana-mana seringnya jalan kaki, jadi ya gimana mau gemuk coba.
Bagaimana jika anak sudah terlanjur obesitas?
Maka Teman ReeNgan musti memeriksakannya ke dokter. Kalau punya akses langsung ke rumah sakit, mending ke rumah sakit langsung mencari spesialis anak dulu. Kalau nanti ternyata betul-betul obesitas, maka akan dibentuk tim yang terdiri dari perawat pendidik, ahli gizi, ahli fisiologi olahraga, dokter spesialis anak, dokter spesialis paru dan orthopedi. Terapi yang diberikan utamanya adalah diet jangka panjang dan latihan fisik medium untuk mencegah perubahan yang dramatis (biar tubuhnya tidak kaget). Namun, selain dua terapi itu, dukungan moril dari keluarga juga sangat penting, melihat kemungkinan terjadinya gangguan sosio-emosional anak sebelum obesitas.
Anak obesitas juga mirip dengan orang dewasa yang obesitas. Ketika berhasil menurunkan berat badan dengan cara yang sehat, maka pelan-pelan kepercayaan dirinya akan muncul. Apalagi bila terus didukung oleh keluarganya. Contohnya seperti kasus anak obesitas yang saya sebutkan di paragraf pertama tadi. Pasalnya ketika terjadi penurunan berat badan, maka si anak akan merasa lebih mudah mengikuti beberapa aktivitas yang sebelumnya tidak bisa diikuti ketika dia obesitas. Dengan kebisaan yang baru itulah, kepercayaan dirinya muncul. Dia jadi tahu bahwa dia bisa melakukan apa yang teman-temannya lakukan.
Beberapa teman saya, mempunyai anak yang obesitas, alhamdulillah ada diantaranya sudah melakukan diet dan memperbanyak aktivitas fisik. Walaupun badannya masih kelihatan gemuk, tapi tidak segemuk sebelumnya, si anak juga sudah lebih ceria.
Jadiii, Teman ReeNgan bila mempunyai anak, atau anaknya saudara atau tetangga yang kelihatannya kegemukan untuk usianya, jangan malu periksa atau meminta saudaranya itu memeriksakan anaknya ke dokter untuk dilihat IMT (Indeks Massa Tubuh) nya. Sebab, jika terlanjur obesitas dan tidak tertangani, kasihan si anak, dampaknya mengerikan seperti yang saya tulis di atas. [] Riski Ringan
Waa, anak obesitas banyak sekali problem rupanya yaa. Selain yang tampak dengan postur tambun gitu...
ReplyDeleteMasih kecil tapi beratnya sudah 80an ya. Huhuhu. Sedih kadang aku lihatnya, karena takut aktivitas dia jadi terganggu.
ReplyDeleteOrtu jg harus paham jangan memberi makan berlebihan mentang mentang biar gendut jadi makin lucu.
ReplyDeleteEmang lucu sih tapi kasian kalo kegendutan