Monday 9 July 2018

Sampah, Kamu Pergi Kemana?



Assalaamu'alaikum...!! ^_^

Akhir-akhir ini pertanyaan ini semakin intens saya tanyakan pada diri sendiri, "Kemana sampah yang saya hasilkan itu berlabuh?". Tolong jangan apatis dulu dengan pertanyaan ini seperti apatisnya saya sebelum ini! Iya, saya dulu termasuk apatis untuk urusan ini. Dalam pikiran saya, saya sudah menjadi warga negara yang baik dimana saya sudah membuang sampah di tempat sampah dan saya sudah membayar iuran kebersihan untuk membuang sampah yang saya hasilkan. Jika saya ditanya lebih lanjut lagi, maka dulu saya akan menjawab, "Lha kan itu urusan pemerintah dong sampahnya mau diapakan. Buat apa saya bayar pajak kalau pemerintah tidak bisa menangani urusan sampah. Katanya mereka menggalakkan program 3R (Reduce, Reuse & Recycle).

Akhirnya saya tersadar waktu saya melihat video berikut:


Dan video ini:
 

Mereka berdua memang hanya penyu, bukan manusia. Tapi saya membayangkan sudah berapa lama mereka seperti itu tidak punya kemampuan untuk melepaskan sedotan plastik dan jaring/jala dari tubuhnya. Mereka sudah kesakitan selama apa? 😢😢😢 Misalnya manusia yang seperti itu bagaimana? Manusia punya akal, punya tangan dan punya alat, manusia bisa melepaskannya sendiri atau meminta bantuan manusia lain untuk melepaskannya.

Di video yang pertama, penyu itu hidungnya kemasukkan sedotan plastik. Saya langsung berpikir, "Apakah mungkin sedotan plastik itu adalah sedotan plastik yang pernah saya pakai?"

Mungkin saya lebay, kan yang pakai sedotan plastik bukan hanya saya. Mungkin bisa jadi itu sedotan plastik yang pernah Teman ReeNgan pakai? Memangnya bisa? Kan saya sudah membuang sampah saya ke tempat sampah lalu diangkut oleh petugas kebersihan ke tempat pembuangan sampah sementara (TPS) kemudian diangkut lagi ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA).

Saya berpikir lagi (sambil mengusap air mata dan mukus yang keluar dari mata dan hidung). Bisa jadi sampah saya yang saya pikir sudah tertumpuk di TPA, salah satu atau salah banyaknya tidak sampai di TPA. Mungkin mereka terbawa banjir, atau dibuangnya bukan di TPA melainkan di sungai. Lho, kok dibuang ke sungai? Iya, kan saya menghasilkan sampah bukan hanya waktu di rumah saja, saya menghasilkan sampah di mana-mana: di rumah makan, di pinggir jalan, di rumah orang lain, dan masih banyak lagi. Mungkin salah satunya ada yang terbuang ke sungai kemudian terbawa arus sampai ke laut. Bukti akan sampah yang berakhir di laut itu sudah banyak, salah satunya adalah video seorang penyelam yang mengabadikan momen menyelamnya bersama sampah di laut daerah Bali, Indonesia.


Baru-baru ini ada berita soal sampah yang cukup menghebohkan, yakni negara China menghentikan impor sampah. Seberapa banyak sampah sih yang dihasilkan sampai harus diekspor ke negara lain? Mari kita lihat data sampah hanya di Jakarta tahun 2015 dengan jumlah penduduk yang pada tahun itu sejumlah 10,18 juta jiwa (data jumlah penduduk dari Katadata), Jakarta menghasilkan sampah sebanyak 6.270 TON/HARI.

Infografis sampah di Jakarta (gambar dari http://houseofinfographics.com/infografis-sampah-jakarta/)

Misalnya ada yang tanya, "Apa yang dilakukan oleh pemerintah?" Pemerintah (dalam hal ini saya khususkan di Jakarta karena saat ini saya tinggal di Jakarta) sudah melakukan beberapa hal, seperti membentuk tim khusus kebersihan atau yang biasa disebut pasukan oranye, membuat bank sampah di tiap kelurahan, menganggarkan dana untuk membeli alat dan kendaraan kebersihan, serta tidak kalah penting yaitu membuat peraturan tentang sampah (yang mana soal denda, belum terlihat penerapannya, buktinya masih ada saja yang membuang sampah sembarangan bahkan membuang sampah di sungai).

Dan ternyata, sampah yang masuk ke TPA pun tetap jadi sampah (kecuali sampah organik yang sempat diuraikan mikro organisme). Saya pernah ke rumah paman yang di daerah Cibubur tapi yang dekat dengan Bantar Gebang, sore hari ketika angin bertiup semilir, sesekali tercium bau sampah yang menusuk. Seperti yang kita ketahui, TPA atau TPST (Tempat Pembuangan Sampah Terakhir) Bantar Gebang adalah tempat pembuangan sampah dari Jakarta. Dengan luasnya yang 110 hektar, gunungan sampah di TPA ini sekarang mencapai tinggi 50 meter 😱😱😱 (sumber berita: klik di sini). Ya iyalah bagaimana enggak setinggi itu kalau per harinya saja, warga Jakarta mengirim sampah sebanyak 6.270 ton (5.000-7.000 ton). Trus nanti itu sampahnya bakal menghilang atau tambah banyak ya?

Sebelum ke Bantar Gebang, sampah dari rumah biasanya dibuang ke tempat sampah di depan rumah. Bisa dilihat bahwa komposisi terbanyaknya adalah barang plastik. Ternyata, plastik walaupun sudah terurai, dia akan tetap menjadi plastik, yaitu plastik berukuran mikro. Menurut salah satu artikel dari National Geographic, Debra Lee Magadini seorang peneliti dari Universitas Kolombia menemukan adanya plastik berukuran mikro dalam tubuh udang yang dibelinya. Bahkan menurut penelitian lainnya yang disebutkan dalam artikel tersebut, ditemukan plastik berukuran mikro di 114 spesies akuatik. 

Kutu air, butiran kecil berwarna hijau neon itu adalah plastik berukuran mikro (sumber: National Geographic)

Seperti materi IPA yang pernah kita dapat dari SD, bahwa makhluk hidup akan melakukan proses makan dan dimakan sehingga membentuk rantai makanan bahkan jaring-jaring makanan. Ketika seekor kutu air memakan plastik berukuran mikro, kemudian kutu tersebut dimakan oleh udang, lalu udang dimakan oleh ikan, dan kemudian ikan dimakan oleh manusia, maka plastik dalam tubuh mereka akan masuk ke tubuh manusia. Hiiiii.... KITA SUDAH MAKAN PLASTIK tanpa disadari. Trus apa efeknya kalau kita makan plastik dan berapa jumlah yang boleh masuk ke tubuh manusia? Saat ini memang belum diketahui, namun kata Magadini kemungkinan 10 tahun lagi akan diketahui efek plastik mikro itu dalam tubuh manusia. Tetapi, selama itu lautan akan menerima sekitar 25 JUTA TON plastik.

Jadi, seketika saya syok. Dari melihat video dan foto-foto itu saja, saya sudah bisa melihat gambar nyata kemana sampah saya kemungkinan bisa berakhir. Lalu saya dihadapkan pada kenyataan bahwa kemungkinan sampah yang sulit terurai seperti plastik itu sudah masuk ke tubuh saya tanpa saya tahu. 

Terakhir saya bertanya dalam pada diri saya "Lantas Riski, apa yang akan kamu lakukan?" [] Riski Ringan

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...