Wednesday 1 November 2017

Curhat Tentang Bimbel, Dari Saya Seorang Tentor Bimbel

Assalaamu'alaikum...!! ^_^


Trriing..! HP saya berbunyi tanda ada pesan WA yang masuk. Waktu itu jam 10 an malam. Setelah saya buka, pesan WA itu ternyata dari siswa di bimbingan belajar (bimbel) tempat saya mengajar. 

Hal itu sering terjadi, biasanya banyak terjadi saat mendekati musim ujian tengah semester atau ulangan blok, dan ujian semester. Isi pesannya beragam, ada yang minta dicekin benar salah soal-soal yang sudah dijawabnya, ada yang minta ditemani belajar karena belum paham, ada yang kebingungan bagaimana cara membuat kesimpulan laporan praktikum, ada yang bertanya pengertian suatu kata, bahkan ada yang curhat. Pesan itu bisa datang kapan pun.

Iya, saya ini sekarang adalah pengajar Biologi di sebuah bimbel di Jakarta. Di bimbel, selain mengajar secara klasikal, saya pun memberikan bimbingan di luar jam kelas siswa jika ada siswa yang membutuhkannya. Namun, sebenarnya jam mengajar saya ini adalah 24/7, hehehe. Sebelum tahun ajaran 2017-2018, saya bisa dihubungi di jam berapa pun. Namun, tahun ini saya memberi batasan waktu sampai jam 11 malam. Bila ada siswa yang ingin menghubungi saya di atas jam itu, maka harus mengirim pesan terlebih dulu sebelumnya. Di saat-saat seperti itu, saya menganggap diri saya ini bukanlah pengajar, melainkan teman belajar mereka.

Apakah saya marah atau merasa terganggu dengan pesan dari mereka? Insyaa Allah tidak, selama isinya masih menyangkut tentang pelajaran di sekolah dan bukan meminta jawaban soal. Awalnya saya heran sendiri dengan jam belajar mereka. Ada lho yang belajar dari jam 10 malam sampai jam 1 pagi. Padahal saya sudah bilang di jam 11, "Tidur dulu, nanti jam 2 atau 3 an bangun trus belajar lagi."

Sebenarnya saya mau ngomong apa ya? Oh iya begini, saya sering mendengar selentingan negatif tentang bimbel. Banyak yang bilang bahwa bimbel itu adalah lembaga yang hanya bisa menangguk uang, tanpa memedulikan keberhasilan belajar siswanya. Ada juga yang bilang bahwa bimbel hanya mengejar kenaikan nilai-nilai pelajaran di sekolah tanpa membuat siswanya memahami pelajaran itu sendiri.

Hmm... mungkin ada betulnya juga ya, jika dipandang dari sisi yang ngomong itu, hehehe. Kalau dibilang, bimbel itu hanya mengejar kenaikan nilai-nilai pelajaran tanpa membuat anak didik memahami pelajarannya. Hmmm... lantas buat apa ada kelas di bimbel. Mending kami tanya saja ada PR atau ulangan tidak? Trus kami saja yang jawabin PRnya atau bikinin laporan praktikumnya.

Mungkin saja di lapangan ada satu dua tentor (sebutan untuk pengajar di bimbel) yang memberikan jawaban PR anak didiknya. Ya tapi itu hanya satu atau dua orang saja. Sama seperti misalnya ada 1001 orang dengan profesi yang sama, seribu diantaranya orang baik dan 1 sisanya orang jahat, maka profesi itu jadi jahat. Sebetulnya, hampir di semua bimbel itu (terutama yang saya kenal), tentor tidak boleh langsung memberikan jawaban PR anak didiknya, melainkan membantu mereka saja. Anak didik sendiri yang mencari jawabannya, tentornya membimbing. Jadi kalau anak didik ada PR atau mau ulangan, kami tidak bisa langsung menjawab, oh no 1 itu A, no 2 itu D, dan seterusnya. Hal itu forbidden buat tentor.

Trus, bila ada yang bilang bahwa bimbel itu lembaga belajar yang kerjanya menangguk uang saja, bisa jadi karena biaya di bimbel itu lebih mahal dibandingkan dengan biaya sekolah di sekolah negeri. Bimbel itu mahal, ya memang saya akui lebih mahal dari biaya di sekolah negeri. Karena kami kan tidak disubsidi pemerintah, buku paketnya juga tidak murah, belum lagi untuk honor tentornya, belum lagi endesbre endes banget yang lain. Etapi, mahal itu relatif juga ya.

Lalu, bila ada yang bilang, "Ah anak saya sudah dibimbelin tapi nilainya masih jelek juga." Kalau yang seperti ini, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya ke orang tua tersebut. Ketahuilah, bahwa jika ada seorang anak yang nilainya masih kurang bagus padahal sudah belajar di bimbel, saya sebagai tentor juga merasa gagal. Ketika ada yang nilai UNnya kurang, kami juga sedih sekali.

Ya, bisa saya katakan bahwa di brosurnya, bimbel memang menjanjikan untuk A B C D E atau lain-lain, tapi itu semua tergantung dari kerjasama si anak dengan bimbel. Bila si anak bersemangat, maka kami pun bersemangat, bila si anak lemah letih lesu, maka kami akan lebih bersemangat. Namun, bila si anak jarang masuk, lalu kami sudah menghubunginya tapi dia tetap jarang masuk, maka kami bisa apa. Iya, kami bisa apa, bimbel bukan lembaga pendidikan formal.

Makanya, ketika ada teman saya yang bertanya "Menurutmu, anak saya kalau saya masukkan ke bimbel, bagaimana ya?" Akan saya jawab, "Pertimbangkan dulu matang-matang, walaupun itu adalah permintaan si anak." Kenapa saya menjawab seperti itu? Karena banyak sekali alasan (lebih dari 2 alasan itu sudah dianggap banyak, kan ya? ^_^) yang harus dipikirkan terlebih dulu sebelum mendaftarkan anak ke bimbel. Apa saya buat postingan khusus ya, tentang hal-hal yang harus diperhatikan sebelum mendaftarkan anak anda ke bimbel.

Inti postingan ini adalah, apapun profesinya, jika itu bukan profesi yang melanggar hukum agama dan hukum negara, maka mengapa harus dibenci, mengapa harus dipandang jelek? Toh, masing-masing orang tua pasti punya pertimbangan khusus ketika akan mendaftarkan anaknya ke bimbel, kan? Sebagai tentor, kami pun tidak setengah-setengah ketika mengajar ke anak didik kami di bimbel. Etapi, saya juga tidak bisa mencegah orang mau berbicara apa saja ding, hehehe. [] Riski Ringan

10 comments:

  1. sejak aku sekolah emang bimbel selalu saja ada omongan negatifnya mba padahal justru klo pengalamanku pribadi ketika disekolah sampe jungkir balik aku ga ngerti ni cara pecahin soalnya karena penjelasan guru belibet akhirnya aku dapetin cara mudah dan simple di bimbel. semuanya tergantung dari sudut mana dan memang tergantung dari anaknya kalau cuman ikut2an doank siy emang kesannya buang2 duit tapi kalau kayak aku yang dulu butuh justru sangat membantu

    ReplyDelete
  2. Apappun yang kita lakuka itu kadang mendapat pandangan berbeda dari beberapa orang
    kita melakukan hal baik saja masih ada saja orang yang menganggapnya negatif
    maslah bimberl menurut saya penting tidak penting, meskipun tidak bimbel kalau anak memang ada keinginan kuat untuk belajar semua bisa teratasi
    begitupun dengan bimbel, seprofessional apapun tentor nya kalau anak tidak ada keinginan untuk belajar, semua akan sia-sia.
    karena saya juga pernah mengikuti bimbel sewaktu sma

    ReplyDelete
  3. Dulu sekolah nggak pernah ikut bimbel, nggak ada biaya.
    Tapi dulu pas SMA, saya mengamati teman-teman yang ikut bimbel. Ada yang jadi gampang paham kalau diterangkan guru di kelas dan sering menjawab jika ada pertanyaan. Ada juga yang tetap "bebal", bahkan PR pun sering menyontek temannya. Jadi menurut saya, bimbel itu cuma pemicu saja. Ada peningkatan preatasi atau tidak, tetap kembali ke anaknya

    ReplyDelete
  4. Padahal anak lemah, letih, dan lesu pun bisa jadi sebenarnya pengaruh dari rumah ya Mbak. Kalo saya sih percaya orang baik dan jahat itu nyalap-nyelip di mana-mana. Saya percaya ada memang yang punya itikad baik di mana-mana. Kayak Mbak Riska yang minta ampun dedikasinya bisa 24/7 gitu meladeni anak-anak, pasti ada di mana-mana. Cuma ya, saya akui banyak orang tua yang keterlaluan, merasa sudah ngasih uang, langsung mau hasil akhir yang bagus. Ya ampun, memangnya bimbel dan tentornya itu tukang sulap, apa? Kan tergantung anak dan orang tuanya juga :D

    Semangat terus ya Mbak Riska, in syaa Allah bekal amal jariyahmu nambah terus :)

    ReplyDelete
  5. Bimbel Mahall makanya aku nggak pernah bImbel Mbak hahaha
    Orangtua jaman now maunya hasil yess, kalau anaknya biasa aja, gimana dong hahah

    ReplyDelete
  6. aku gak pernah les di bimbel kak. wkwkwk.. karena gak mau dan gak punya uang sih dulu.. sekaligus males... waktu bermain nanti abis... wkwkwk... tp alhamdulillah selalu beruntung, masih bisa lulus sekolah dan kuliah. wakaka. nilainya standar (udah jelas)..

    aku pernah kerja di bimbel juga dua bulan, tapi gak ngajar.


    kalo liat keluhan ttg bimbel si, keknya gak semua kayak gitu ya... bimbel yang jadi tempat kerjaku dulu tuh kek gitu juga. belajar sama gurunya kadang konsultasi di luar sekolah.. dan mereka gak dimanjain. jd semua usaha sendiri...

    kalo temenku pernah kerja di bimbel yang khusus orang2 berduit dan bermata sipit (ah, SARA banget yak... wkwkw) tapi emang orang2 bermata sipit cenderung kaya kaya kan ya. anak2nya juga cerdas. sampe tugas dan slide presentasi tu minta dibuatin ke gurunya.. ya temenku bikinin itu. begitu tak tanya kok mau, "Yaiyalah kita dibayar mahal dan temen2 kantornya malah kalo bisa dikerjain aja. soalnya kalo gak dikerjain khawatir si anak2 itu bakalan ngasih komen negatif ke bimbelnya." wkwkwk...

    #sekiancurhatnya

    ReplyDelete
  7. Jadi teringat masa-masa belajar di sekolah. Saya mulai SD sudah les privat dengan guru di sekolah kemudian smp dan sma mulai ikut bimbel. Saya merasakan bagaimana membantunya mentor-mentor saya di bimbel tersebut, seringkali mereka tidak hanya mengajarkan "materi" tetapi juga "metode" atau cara belajar yang efektif supaya lebih mudah untuk dipahami. Semangat mba untuk tetap mengajar :)

    ReplyDelete
  8. Well said mba, bimbel penting (menurut ortu ku), makanya dari smp-sma dimasukin ke bimbel hehehe

    ReplyDelete
  9. aku juga dulu ngajar di bimbel, mbak.

    iya, mahall...
    dan kadang aku kasian sama anak yang bimbel, muka mereka itu muka2 capek, huhu...

    ReplyDelete
  10. Nggak dipungkiri, oknum bimbel dan guru privat pun memang ada yang begitu. Kembali ke hati nurani, mau rezeki yang banyak atau banyak dan berkah, haha... Alhamdulillah saya nggak pernah dapet kerja di bimbel yang sableng kayak gitu, haha... Selalu bimbel yang memang ada proses belajar mengajarnya.

    Kalau jadi guru bimbel, saya memang menutup akses nomer hp segala macem, cuma kami berteman di facebook. Kalau chat ya sebatas saya online, saya balas.

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...