Thursday 19 November 2015

Radang Usus Buntu (Apendisitis) dan Operasinya (Apendiktomi)

Assalaamu'alaikum... ^_^


Seperti judulnya, tanggal 31 Oktober 2015 saya divonis terkena radang usus buntu (apendisitis) dan harus dioperasi saat itu juga. Sebelumnya, saya ingin berterimakasih buat Mba Kartika Putri Mentari yang sudah menuliskan pengalaman yang sama di blognya, dimana itu menjadi salah satu rujukan saya. Saya pun akhirnya memberanikan diri menulis pengalaman saya di sini.

GEJALA dan VONIS

Hari Jumat tanggal 30 Oktober 2015 sekitar jam 10.30 WIB, tiba-tiba perut bagian kanan bawah saya seperti kram. Saya kira karena dari pagi sejak saya masuk kantor saya langsung duduk dan mungkin mengalami salah gerak. Namun, semakin lama, rasa sakitnya menjalar ke perut bagian kiri bawah (batasnya adalah pusar ke bawah). Perut bagian itu rasanya seperti diiris-iris, dipelintir dan ditonjoki. Saya minta minyak kayu putih lalu mengoleskan ke perut yang sakit, lalu mulai membaik. Hanya saja beberapa menit kemudian, rasa sakitnya muncul lagi, sampai-sampai saya tidak bisa berdiri hanya duduk saja dengan kaki dilipat.

Keringat dingin mulai keluar dari tubuh saya. Perut rasanya semakin mulas, hingga akhirnya saya diare dibarengi muntah-muntah hebat. Saya masih mengira kalau itu hanya diare atau sakit perut. Saya masih berharap setelah makanan dari perut saya keluar, saya akan baikkan. Tapi ternyata tidak, sampai jam 17.00 WIB, perut saya masih sakit. Akhirnya saya minta izin untuk pulang cepat. Tadinya saya mau naik ojek, tapi saya pikir lagi jam segitu sedang macet parah, lantas saya memutuskan untuk naik commuter line. Ajaibnya, rasa sakit di perut saya mulai mereda (terimakasih ya Allah).

Sesampainya di rumah, saya minum air putih hangat, makan, lalu minum norit. Saya masih sangat berharap kalau itu hanya sakit perut biasa, walaupun ketika saya ingat lagi, seharian itu makanan saya tidak kotor. Semakin malam, rasa sakit di perut bawah sebelah kanan timbul lagi. Dan lagi-lagi saya diare disertai muntah hebat. Akhirnya kami memutuskan untuk periksa ke Klinik 24 Jam karena saat itu sudah jam 22.00 WIB.

Di klinik, dokter bertanya tentang gejala penyakit saya, saya sebutkan semuanya. Kemudian saya diminta berbaring, perut saya ditekan-tekan. Perut bagian atas pusar (tidak sakit), perut kiri bawah (tidak sakit), dan perut kanan bawah (sakit). Lalu kaki kiri ditekuk (tidak sakit), kemudian kaki kanan ditekuk (sakit). Belum selesai, kaki kanan saya ditarik ke belakang, rasanya perut kanan saya seperti ketarik dan kram. Dokter klinik bilang gejalanya mirip dengan radang usus buntu. Beliau merujuk kami pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Malam itu juga, saya dan suami pergi ke UGD rumah sakit terdekat. Di UGD, pemeriksaan yang saya jalani hampir sama dengan di klinik, tapi ada tambahan pemeriksaan darah dan urine. Setelah hasil cek darah keluar, ternyata kadar leukosit (sel darah putih) saya tinggi. Kata dokter UGD, itu mengindikasikan adanya infeksi di tubuh saya. Hanya saja dokter di UGD belum bisa memastikan. Kami diminta periksa lagi keesokan harinya tapi langsung dirujuk ke poli bedah umum. Akhirnya kami pulang, karena kelelahan dan juga sudah larut malam (jam 02.00 WIB) sayapun tertidur.

Keesokan harinya, Sabtu 31 Oktober 2015, kami ke rumah sakit tersebut dan langsung ke poli bedah umum. Btw, kami mendaftar sebagai pasien umum, alasannya akan saya jelaskan di postingan yang lain. Setelah dipanggil, saya diperiksa oleh dokter bedah. Pemeriksaannya hampir sama dengan yang di klinik dan di UGD, namun kali ini, dokter bedah menekan perut kanan saya kemudian melepaskannya dengan cepat. Dia bertanya "Sakit mana, ditekan atau dilepas?" Saya bilang "Dilepas, Dok". Beliau mengulangi sampai 3 kali. Setelah itu, beliau bertanya kapan saya teakhir makan dan minum, saya jawab jam 06.30. Lantas beliau langsung bilang saya hari itu harus puasa karena hari itu juga saya akan dioperasi untuk diambil usus buntunya, tapi saya harus cek darah dulu. Ya, karena saya juga bilang bahwa di awal tahun, saya pernah mengalami gejala yang sama seperti ini tapi kemudian sembuh. Setelah hasil cek darah keluar, dokter bilang saya positif terkena radang usus buntu dan harus segera dioperasi.

Saya kaget? Pasti..!! Walaupun sebenarnya saat menunggu antrian UGD, saya sempat membaca blognya Mba Kartika Putri Mentari, dan saya agak yakin kalau saya juga menderita penyakit yang sama yakni radang usus buntu. Namun, rasa kaget dan syok itu tetap ada. Ya bisa dibayangkan, periksa hari itu trus langsung divonis dan diminta operasi hari itu juga. Suami saya? Saya enggak tahu, karena mukanya datar saja.

OPERASI

Setelah divonis harus operasi, suami saya langsung menghubungi bagian administrasi rumah sakit untuk mengurus keperluan administrasi. Saya dapat jadwal operasi jam 15.00, sedangkan waktu itu masih jam 12.30-an. Saya masuk ke kamar perawatan dulu, saat itu ruangan yang tersedia ada di kelas 3. Setelah saya masuk ruangan perawatan, suami pulang sebentar membeli air putih, mengambil baju ganti saya dan dia serta selimut untuknya. Saya harus diinfus, suntikan pertama gagal karena saya tegang (saya takut jarum suntik, Maaakk..!! T_T). Alhamdulillah suntikan kedua berhasil karena saya akhirnya pasrah. Tidak berapa lama, saya dicek tekanan darahnya (tensi), alhamdulillah normal. Kemudian suami saya datang, diminta mengurus administrasi operasi, lalu saya masih disuntik lagi untuk tes antibiotik. 

Kata susternya, tes antibiotik ini disuntiknya tidak sampai pembuluh darah, hanya di bawah kulit. Gunanya untuk menguji apakah saya alergi antibiotik tertentu, karena antibiotik itulah yang nantinya akan digunakan ketika saya dioperasi. Ternyata di antibiotik pertama saya alergi, tandanya kulit saya memerah walaupun tidak gatal. Alhamdulillah saya tidak alergi pada antibiotik kedua (kalau alergi lagi, saya harus disuntik berapa kali lagi, atiitt..!!).

Jam 15.00, saya dibawa ke ruang operasi dengan kursi roda karena saya masih kuat duduk. Ternyata dokternya belum datang. Jam 16.00-an dokternya baru datang. Saya lantas menjalani proses anastesi (pembiusan). Operasi berjalan sekitar 1 jam, karena kata suami, saya keluar jam 17.00. Saya keluar dalam keadaan terbaring di tempat tidur masih terpengaruh obat bius. Tapi saat itu, saya masih sempat membayangkan adegan drama yang pasiennya memandang wajah pengantarnya itu lho, hahaha.. #toyor. Alhamdulillah, kata suster, operasi pengangkatan usus buntu saya berjalan lancar. Ternyata memang betul, usus buntu saya membengkak besar banget. Kata dokter, lubang usus buntu saya kecil sehingga makanan kasar (iya saya kalau makan tidak mengunyah sampai lembut) terperangkap di dalamnya, dan itulah yang menyebabkan terjadinya pembengkakan dan infeksi.

PERAWATAN PASCA OPERASI

Alhamdulillah, adik saya langsung terbang ke Jakarta seusai mendengar kalau saya akan operasi. Terimakasih, dengan adanya dia, kami merasa sangat terbantu. Kegiatan saya setelah operasi hanya tidur karena masih terpengaruh obat bius. Pengaruh obat biusnya habis sekitar jam 04.00. Kok saya tahu? iya lah, soalnya bagian jahitannya sudah terasa perih, say trus saya sempat lihat jam HP. Jam 06.00, suster mencabut kateter saya dan meminta saya untuk mulai memiringkan badan ke kanan dan kiri, belajar duduk dan setelah sarapan saya diminta belajar berdiri. Saya sarapan dengan lahap, kelaparan sepertinya karena jujur ya, makanan orang sakit itu enggak enak. Saya memerhatikan juga lho makanan yang diberikan untuk saya. Disitu ada ikan, sayuran, bubur atau bubur, sayuran, ayam. Saya pikir oh berarti saya boleh makan ikan dan ayam.

Hari Senin, 2 November 2015, saya diperbolehkan pulang oleh dokter. Sebabnya, karena hari Minggu dokter yang menangani saya sedang libur, saya tidak muntah dan mual setelah operasi, alhamdulillah luka saya tidak berdarah dan bernanah, serta pertimbangan lain yang hanya dokter yang tahu. Setelah diperbolehkan pulang oleh dokter, suami menyelesaikan administrasi rumah sakit dan bertanya apa saja yang harus dilakukan di rumah serta makanan yang boleh apa saja. Kata dokter, perawatan pasca operasi usus buntu itu : 
  • istirahat dulu yang banyak. Tetap belajar duduk dan berjalan tapi pelan-pelan, jangan mengangkat beban berat.
  • minum obat secara teratur.
  • luka tidak boleh terkena air sama sekali. Jadi saya mandinya dengan dilap pakai waslap.
  • makanan yang masuk harus halus sekali dan dibanyakin makan makanan berprotein seperti tahu, tempe, telur, daging, dan ikan, biar lukanya cepat lekat.
  • minum air putih (bening) yang banyak.
  • jangan stress, pikiran dan hati harus selalu gembira dan optimis.
Baru kemarin, 17 November 2015, jahitan saya dibuka. Iya, saya pakainya jahitan yang harus dibuka. Jujur saat  mau dioperasi, kami tidak terpikir mau pakai benang yang jadi daging atau enggak, atau mau pakai model biasa atau laparoskopi. Pikiran saya saat itu adalah, saya bisa sembuh, saya minta ampun sama Allah, dan saya menghubungi keluarga saya untuk minta doa mereka.

Itulah cerita saya terkena radang usus buntu dan kemudian dioperasi. Untuk gejalanya, bisa bermacam-macam. Kalau saya diare, bisa jadi orang lain justru sembelit dan susah buang gas. Yang pasti, perut bagian kanan bawah sakit kayak diiris, dipelintir dan ditonjok, demam, dan gangguan pencernaan. Kalau sudah seperti itu, lebih baik periksa ke dokter ya.

Maaf tidak ada foto karena dalam pikiran saya tidak terlintas untuk foto-foto :). Terimakasih untuk semua dukungan dan doa keluarga dan teman-teman. Semoga cerita saya ini bermanfaat... ^_^

14 comments:

  1. Mav mba, kalau boleh tau biayanya habis brp semua mba?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku di RSUD di Jakarta Selatan, biaya awal periksa, operasi (pake benang biasa & bedah biasa), rawat 3 hari 2 malam kelas 3 semuanya sekitar 5 juta lebih, ga sampe 6 juta

      Delete
    2. Ouh, ok mba. Thanks infonya ya. Kalau pake BPJS di cover nda ya? *xixixixi

      Delete
    3. Di blognya Mba Kartika bilang dicover.. :) Mba Kartika pakai BPJS..

      Delete
  2. semoga lekas pulih ya, mba Riski *hugs*

    ReplyDelete
  3. Mba rizki,. Ini ky aku abis operasi sesar aja kok aku ngerasanya pas bacanya hehe... cuma operasi aku trnyata pk benang yg jd daging hahah ga ngerti juga pas di meja operasi mah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Katanya memang hampir mirip ya Mba. Cuma sesar katanya juga lebih sakit dan lebih panjang jahitannya.. Saya jadi ngeri mbayanginnya..

      Delete
  4. Sebulan yng lalu saya juga mengalami gejala sperti itu, mbak...perut sakit kayak kram, trus diare. Jam 3 malam ke ugd, dikasih obat trs sembuh lgs disuruh pulang. Itu pertama kali saya sakit spt itu. Mau nanya, itu mbak riski gejala sakit perut itu udah sering terjadi ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya baru 2 kali itu Mba, awal tahun dan yg kemarin. Banyakin minum air putih dulu dan mengunyah makanannya sampe lembut. :)

      Delete
  5. oh ternayta mbak riski habis operasi ya. Semoga cepat pulih ya. TErima kasih sharingnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mba Lidya, aamiin.
      Semoga bermanfaat ya Mba.. :)

      Delete
  6. Duh, ngilu membayangkan rasa sakitnya. Alhamdulillah semua sudah terlewati ya..
    Semoga sehat terus. Oya, jadi cara mengunyah makanan nggak boleh boleh dianggap sepele ya. Bisa berakibat usus buntu. Makasih sudah berbagi cerita, jadi nambah pengetahuan baru..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ternyata iya, mengunyah harus lembut, ga cuma sekali dua kali kunya trus telen.

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...