Sunday 6 April 2014

Antara Autisme, Hiperaktif, dan Sindrom Down

Penderita Sindrom Down
(sumber gambar: http://www.terapicalistung.com/)


Oke, judulnya berat. Postingan kali ini terinspirasi dari status seorang teman (yang kini status tersebut sudah hilang) di Facebooknya. Dia menulis tentang susahnya mengajari CaLisTung murid privatnya yang hiperaktif, lalu dia tulis (autisme ringan). Berlanjut dengan komentar-komentar dari teman-temannya, ada yang bercanda, ada yang OOT, ada yang memberikan informasi tentang autisme, lalu ada yang bertanya kira-kira muka si murid mirip seperti siapa? Lantas dia beri gambar seperti ini : 

Yang ada dalam pikiran saya saat itu adalah "MIRIS". Ya, mau marah bagaimana, orang marah-marah itu tidak baik untuk kesehatan jantung dan mata. Miris, seorang yang berpendidikan dan melek gadget tidak bisa membedakan antara hiperaktif, autisme, dan Sindrom Down. Tapi, itu diperparah dengan komentar si empunya wall/beranda, yaitu "ya beginilah, dowah dowoh anaknya, maklum IQnya di bawah normal". Huuuaaaaa.... ingin nangis saya saat itu. Walaupun IQ mereka di bawah normal, tapi mereka masih punya IQ kan, dan IQ itu bisa naik atau turun tergantung pola pembelajaran yang orang "normal" berikan ke mereka. 

Autisme, Hiperaktif, dan Sindrom Down adalah tiga jenis gangguan yang berbeda, dan ketiga jenis gangguan itu BUKANLAH gangguan kejiwaan murni. Kalau autisme lebih kepada gangguan bersosialisasi, Hiperaktif lebih ke gangguan motorik/gerak, dan Sindrom Down adalah murni gangguan genetik orang tersebut. Penyebabnya saja berbeda.

Ciri-ciri Autisme
Beginilah, ini pelajaran juga untuk saya, bahwa saya tahu sedikit tentang ketiga gangguan tersebut, tapi saya kurang membaginya dengan orang lain selain murid saya. Maka yang terjadi adalah ketidak tahuan masyarakat mengenali gejala, dan penanganan yang tepat. 

Kalau saya pribadi, ketika bertemu dengan ketiga jenis gangguan tersebut maka saya tidak akan memandang dengan mata yang penuh iba dan simpati, "ih sadis ih" itu mungkin pendapat pembaca. Tapi, saya mendapatkan sedikit wejangan dari saudara dekat saya yang anaknya divonis autisme, bahwa lebih baik memperlakukan mereka selayaknya orang normal, ajaklah becanda, dan bicara selayaknya orang normal, karena pandangan iba dari kita justru lebih menyayat hati si ibu (saya enggak tahu dengan ibu-ibu yang lain). Setelah diberi wejangan itu, saya jadi biasa saja layaknya kepada orang normal bila berkomunikasi dengan mereka-mereka yang punya gangguan tersebut.

Oh ya... saya tidak tinggal diam dengan status dari teman saya itu, saya langsung mengomentarinya. Saya teringat dengan salah satu pianis penderita Sindrom Down dari Indonesia yang bisa konser di Opera House Sydney. Bagaimana didikan disiplin dari si ibu yang bisa membuat dia selayaknya orang normal biasa. Kemudian, seorang penulis berbakat seperti Daniel Tammet, yang bukunya tentang autistic sudah terjual 1 juta eksemplar lebih, dan ternyata beliau sendiri adalah seorang penderita autisme.

Tuh kan.. sebetulnya, dengan pengetahuan yang benar, dan penanganan yang tepat, maka seorang dengan gangguan-gangguan seperti tersebut bisa menjadi minimal seperti orang norma, dan maksimal bahkan melebihi orang normal. Tentunya, kita juga harus meminta bimbingan dari profesional.

Informasi mengenai ketiga gangguan tersebut dapat anda lihat di ;
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme
  • http://www.lspr.edu/csr/autismawareness/
  • http://id.wikipedia.org/wiki/ADHD
  • http://www.adhd-centre.com/adhd-article/9-diagnosa-adhd
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Down_syndrome
Itulah beberapa situs online yang menjabarkan tentang autisme, hiperaktif, dan sindrom Down.

Selamat Hari Autisme Sedunia 2 April 2014
"Mari Lebih Peduli Autisme"

16 comments:

  1. Setuju pake banget dengan sikap, perasaan, dan tulisan mak Riski. Saya pun akan seperti itu bila dalam posisi mak Riski. Memang Mak, banyak masyarakat yang tak paham bedanya. Buat mereka sama saja malah jadi bahan bercandaan yang gak jelas. Yaah mungkin karena mereka tak punya kerabat yang mengalami ini ya Mak. Banyak yang meyamaratakan pandangan bahwa mereka semua (anak2 DH, hiperaktif, dan autis) itu IQ nya rendah padahal kan gak begitu.

    Sy juga pernah berkunjung ke blog seseorang, membaca penyamarataan tsb tapai saya tahu bukan maksudnya mencela hanya karena tidak tahu, Ya saya bilang saja bahwa autis dan DS itu tak sama.

    Miris memang kalo orang terpelajar bisa berkomentar seperti pemilik status itu. Tidak takut apa ya kalo berkah ilmunya hilang? Bisa lho. Allah pemilik ilmu, Dia bisa saja mengambil apa yang dia berikan dengan mudah semudah Ia memberikannya. :(

    Alhamdulillah ada blog ya Mak, jadi mak Riski bisa berbagi banyak dengan kita, mungkin sharing juga di web KEB (Rumah Emak), Mak. SUpaya makin meluas infonya. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya punya sepupu penderita down syndrome Mak, pernah saya marah karena mendengar orang menyebutnya gila. Tapi saya masih muda sekali waktu itu sementara orang itu sudah bapak2 ... geram sekali rasanya ...

      Delete
    2. Betul Mak, miris rasanya, saya juga merasa bersalah kalau saya tidak cepat2 mengomentari status itu dengan hal yang benar... Mungkinkah kalau kita bisa bikin gerakan sosialisasi untuk autisme, down sindrom dan hiperaktif? seperti halnya Mak GesGes bikin sosialisasi untuk rubella?

      Delete
    3. Ya Allah tega banget ya orang yang menyebut seperti itu, apa mungkin karena ketidaktahuan mereka atau mereka tahu tapi masa bodoh??

      Delete
  2. enitein juga setahu saya autis

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah... itu lah Mak.. sebetulnya kalau ada orang yang menganggap para penderita autisme atau Down sindrom itu, maaf, dowah dowoh, sepertinya yang berbicara seperti itu malah yang kurang pengetahuannya.. :(

      Delete
  3. Beda banget mak Autis, hyper sama down syndrom...krn kebetulan sy punya teman yg anaknya menderita autis dan hyper...mereka beda jauh..dan penanganannya juga beda...disini ada sekolah yang khusus untuk mereka...tetapi sekolahnya jd satu dg anak-anak normal, tp beda kelasnya saja..tp apabila sdh bisa beradaptasi dg baik mereka akan dijadikan satu kelas dg anak-anak yg normal...dan anak2 yg normapun menerima mrk dg senang...kr mgkn sejak awal sdh dijelaskan ttg kondisi mereka...dan itu sangat membantu perkembangan mrk utk menjadi lbh baik dan tumbuh spt anak2 normal lainnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sekolahnya namanya apa Mak? dimana alamatnya? mereka punya tenaga ahli kan ya?

      Delete
  4. makkkk... gambarnya digedein donggg... biar jelas ciri-ciri anak autisnya... siwer mata minusku liat tulisannya kecil-kecil banget di foto itu.
    btw: aku setuju dengan tulisanmu ini. Sikap kita itu sebenarnya bisa menyakiti hati orang tua anak difable ya. Padahal mereka orang tua hebat loh menurutku.

    ReplyDelete
    Replies
    1. oke deh Mak, gambarnya saya gedein ya..
      Itu lah Mak, terkadang kita refleks ya dengan situasi seperti itu.. :)

      Delete
  5. Artikel yang menarik sekali mak:D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih.. sebenarnya ini masih kurang detail.. :)

      Delete
  6. anak DS juga bisa berbakat ya mbak, banyak yang berprestasi juga. DAlam kehidupan sehari-hari sama teman2ku aku serng komplain kalau mereka menggunakan kata autis tidak pada tempatnya. SUlit juga ya mbak menghadapi orang2 yang begitu

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau dari pengalaman saya Mak, orang2 spt itu hanya perlu diedukasi dan ditunjukan bukti nyata saja. Dulu sebelum saya tau apa itu autisme, dan ternyata ada anak sindrom down yg berbakat melebihi orang normal, saya juga ikut2an mengolok teman dengan sebutan spt itu. Namun, setelah saya tahu dan melihat buktinya saya tidak lagi pernah menyebut kata spt itu untuk mengolok orang lain. Temen FB saya itu juga mungkin seperti saya dulu yg belum tau ttg autisme dan sindrom down...
      Ada baiknya kalau kita terus menerus menshare ttg ini pada orang2 di sekitar kita... :)

      Delete
  7. Emang perlu banget pendekatan lebih jauh tentang autisme ya, Mak. Kadang ada juga yang malah marah kalo kita nasehatin jangan sembarangan pake kata autis.
    Keponakanku ada dua orang yang autis dan ibunya juga pernah curhat, dia lebih seneng orang memperlakukan anak-anaknya kayak orang normal. Tapi pernah juga dia bilang, kadang sedih ngliat orang pura-pura menganggap anaknya normal. Ya emang tergantung kitanya juga kali ya :)
    TFS, Mak ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya begitulah Mba.. manusia ada yg empati, ada jg yg semau gue.. tapi terpenting adalah kita yg senantiasa menyebarkan informasi yg benar tentang hal itu... :)

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...